Blok Berbagi Pengetahuan & Inspirasi Pendidikan

Facebook

test

Breaking

Post Top Ad

Your Ad Spot

Senin, 04 Mei 2020

Berbagi Pengalaman Menulis di Penerbit Mayor bersama Bapak Ukim

Tanggal 4 Mei 2020, merupakan hari kesebelas puasa Ramadhan yang juga merupakan hari mulai diberlakukannya  kebijakan PSBB secara efektif di bumi Serambi Madinah (Gorontalo). Keadaan yang masih terus diselimuti kabut pandemi Covid-19 ini memaksa masyarakat untuk tetap Stay at Home. Hal yang sama juga dilakukan oleh penulis. Sabar dan tetap semangat. Sabar dalam menghadapi suasana yang penuh pembatasan dan keterbatasan serta tetap semangat menjalani puasa Ramadhan. Semangat work from home, semangat mengikuti kuliah online bersama Om Jay dan rekan-rekan guru disela-sela kesibukan menyiapkan menu santap buka puasa.

Sesuai jadwal, maka hari ini kami akan mendapatkan materi tentang “Pengalaman menulis di Penerbit mayor” dari Bapak Drs. Ukim Komarudin, M.Pd, Penulis Buku "Guru Juga Manusia".  Namun sebelum pemaparan dimulai Om Jay meminta kami untuk mengunduh dan membaca materi dalam bentuk power point yang sudah disiapkan selama 30 menit.

     

Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Selamat siang semuanya. Guru-guru hebat Indonesia.  Demikian salam hangat dari Om Jay yang disambut dengan gembira oleh kami semua, Waalaikumussalam warahmatullahi wabarakatu. Selanjutnya Om Jay mempersilahkan Mr. BamS, sang moderator handal untuk memimpin acara, yang langsung disambut oleh Mr. BamS dengan mengajak kami bersama-sama menyapa Bapak Ukim.

Pengantar
Saya sangat berterima kasih kepada panitia yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk berbagi. Saya masih belajar. Jadi mohon maaf apabila yang saya sampaikan sederhana. Semangat berbagi yang menyebabkan saya berani berbagi dalam kesempatan seperti ini. mohon doanya, semoga bermanfaat.  

Pengalaman Menerbitkan Buku 
Pertama, saya berpikir, menulis merupakan ekspresi pribadi saya. Oleh karena itu, saya merasa sangat penting agar saya memiliki tempat mencurahkan segala kegelisahan atau apapun bentuknya. lalu saya menemukan menulis adalah sarana yang tepat buat saya. Saya tak pernah merasa khawatir, terkait dengan kualitas tulisan saya. Saya juga tidak perduli  dengan ragam atau apa yang menjadi trend di masyarakat. Pokoknya menulis. Menulis adalah kebutuhan. Saya merasa menemukan lebih tentang "saya" dengan menulis. Demikian hal itu terus berjalan hingga jika tidak dilakukan seperti ada sesuatu yang hilang. Demikianlah saya menulis dengan jujur, sejujur-jujurnya. Apa adanya.

Selain menulis apa adanya, saya pun menulis apa saja. Karena saya guru, saya menulis terkait pelajaran, beragam kegiatan berupa proposal, liputan kegiatan yang harus dituliskan di majalah, dan menulis buku harian. Begitu setiap saat diisi oleh menulis. Hingga sampai suatu hari, tulisan-tulisan itu mulai dilirik orang-orang terdekat, yang dalam hal ini teman-teman guru. Satu dua teman berkomentar bahwa tulisan saya bagus. Istilah mereka, tulisan saya emotif. Kata mereka juga, tulisan saya dapat membuat pembaca larut dalam cerita. Ada juga yang mengatakan bahwa bahasa saya sederhana dan mudah dicerna oleh pembaca. Ada juga yang mengaku bahwa sepenggaltulisan saya dapat dijadikan ceramah atau kultum, dsb. Karena komentar tersebut, saya mencoba membukukan tulisan-tulisan saya yang selama ini merekam semua kejadian karena saya memang senang membuat buku harian. Ada beragam kejadian, tetapi tema besarnya, yang saya tuliskan merupakan pelajaran seorang dewasa (guru) dari anak-anak "cerdas" yang menjadi siswanya. Oleh karena tulisan itu beragam kejadian, beragam waktu, dan dari beragam tokoh, maka saya menuliskan judul buku tersebut, "Menghimpun yang Berserak." Sebuah usaha untuk mengumpulkan segenap mutiara yang berserakan dalam kehidupan yang sangat bermanfaat bagi saya, dan semoga bermanfaat pula buat orang lain (pembaca). 

Demikianlah waktu itu, saya yang kebetulan menjadi penanggung jawab penerbitan buku di sekolah menyisipkan karya pribadi, selain karya bersama (berlima) menulis dan berupaya buku mata pelajaran. Saya diinterview terkait dua bagian buku. Pertama, buku bersama yakni buku mata pelajaran. Kedua, buku pribadi saya, "Menghimpun yang Berserak." Dalam kesempatan interview itulah saya banyak mendapatkan pengetahuan terkait tips dan trik menerbitkan buku.

Saya banyak mendapatkan pelajaran menyangkut hal-hal yang tadinya tidak saya pikirkan. Pelajaran atau informasi itu awalnya, membuat saya tidak nyaman karena menabrak prinsip menulis saya. Umpamanya, "Apakah ketika  saya menulis buku"menghimpun yang Berserak" ini sudah memperkirakan akan laku di pasaran?" Kalau sudah ada,  apakah buku saya punya nilai tambah sehingga pembaca melirik dan membeli buku saya? Untuk kepentingan pasar, "Apakah saya bersedia apabila beberapa hal terjadi penyesuaian (diganti)? dst. Terus terang, saya merasa kurang nyaman dengan interview itu. Saya merasa diam-diam mulai "dipenjara". Inikan ekspresi pribadi saya, mengapa orang lain bisa mengatur hal-hal yang sangat privasi? Menyebalkan! Begitu, oleh-oleh pulang dari interview.

Saya yang tersadar mendapatkan ilmu pengetahuan lebi ketika beliau menjelaskan tentang tim yang akan menyebabkan karya saya dapat dinikmati orang banyak. Beliau menjelaskan bahwa yang menanyai saya itu mungkin editor. sebab, beliaulah garda depan yang menentukan naskah itu layak diterbitkan atau sebaliknya. Menurut teman saya itu, naskah saya sepertinya  punya potensi atau "layak" untuk diterbitkan. Tetapi sebagai pemula, karya saya memang harus dipoles di sana sini. Saya yang tersadar mendapatkan ilmu pengetahuan lebi ketika beliau menjelaskan tentang tim yang akan menyebabkan karya saya dapat dinikmati orang banyak. Beliau menjelaskan bahwa yang menanyai saya itu mungkin editor. sebab, beliaulah garda depan yang menentukan naskah itu layak diterbitkan atau sebaliknya. Menurut teman saya itu, naskah saya sepertinya  punya potensi atau "layak" untuk diterbitkan. Tetapi sebagai pemula, karya saya memang harus dipoles di sana sini. 

Jika nanti naskah itu bisa melewati editor, maka proses "menjadi" memang mengalami banyak hal. Ada bagian gambar sampul, ilustrasi, photo jika diperlukan, tata letak, dan lainnya. Yang jelas, semuanya merupakan tim saya. Kasarnya, semuanya akan menyukseskan saya, begitu teman saya meyakinkan saya. Oleh-oleh itulah yang menyebabkan saya menindaklanjuti pertemuan dengan penerbit. Selain hal-hal yang umum tentang buku mata pelajaran yang ditulis bersama, saya mengkhususkan pikiran ke buku "Menghimpun yang berserak". Yang menenangkan, editor menceritakan bahwa semua hal menangkut buku saya selalu dalam konfirmasi. Artinya, semuanya akan terjadi jika saya setuju.

Demikianlah saya menjelani proses, hingga akhirnya ada proses sebelum naik cetak,  yang sangat penting dalam proses kreatif saya, yakni menerima dami atau calon buku yang sama persis jika akhirnya bisa dicetak. Saya gembira sekali menerima buku dami itu. Terus terang saking gembiranya, saya menandatangi saja kontrak kerjasama tanpa membaca persentase yang kelak saya terima. Diduga sikap itu bukan sembrono, tetapi karena memang saya menulis bukan untuk hal tersebut.  Akhirnya, saya mendapat konfirmasi ketika saya dapat kabar bahwa ada meeting terkait dengan terbitnya buku saya. Pertama, saya menerima buku pribadi, kalau tidak salah jumlahnya hanya 5 buku. Buku tersebut berstempel tidak diperjual belikan. Kedua, saya diajak bicara terkait dengan teknis launching Buku "Menghimpun yang Berserak". Ini soal bagaimana membuat buku saya laku. Saat itu saya sangat bodoh dan kurang dapat memberikan masukan yang berarti. Ketiga, saya diberitahu bahwa penerbit menerbitkan jumlah yang diterbitkan pada penerbitan pertama ini dan kurang lebih 6 bulan kemudian saya baru akan mendapat royaltinya. Untuk tersebut juga saya tidak pandai memberi masukan. 

Peran saya kemudian adalah mengusahakan buku saya dapat dinikmati orang lain. Kala itu agak sulit karena media sosial belum sedasyat sekarang. kebetulan saya pembicara, saya berupaya menjual buku-buku saya pada kesempatan bicara tersebut. Ada beberapa kejadian menerbitkan buku kembali, kedua, ketiga, keempat, dan seterusnya hingga yang menjelang terakhir buku, "Arief Rachman Guru". Semuanya mirip-mirip pengalaman dengan penerbit. Kurang lebih, seperti itulah kira-kira. mohon maaf apabila kurang lengkap. 

Waah...ternyata pengalaman Bapak Ukim  cukup panjang dan sangat inspiratif. Untuk mampu menulis sebuah karya yang akan dilirik oleh penerbit besar memang tidaklah mudah dan instan. Kita butuh konsisten dan latihan menulis secara terus-menerus. Belajar dari pengalaman Bapak Ukim,  kita sebagai penulis pemula jangan patah semangat ya! 

Kriteria Kelayakan Penerbitan Buku 
Terkait dengan satu pertanyaan dari Ibu Ratna Jumpa (Sigli Aceh) tentang bagaimana  kriteria layak atau tidaknya sebuah buku dapat di terbitkan oleh penerbit terutama buku pelajaran, Bapak Ukim memberikan penjelasan bahwa biasanya mereka mencari buku: 
(1) menunjukkan penggunaan pendekatan baru; 
(2) lebih lengkap; 
(3) penulisnya memang berkualifikasi luar biasa; 
(4) Naskah renyah (enak dibaca);  dan diutakan dari hasil penelitian lembaga-lembaga pendidikan            terbaik

Tips Menulis di Penerbit Mayor
Beberapa hal yang harus kita perhatikan dalam menulis agar tulisan kita dilirik oleh penerbit mayor adalah: 
(1) pandai membagi waktu dan menentukan prioritas.
(2) menulis naskah buku dalam bentuk utuh sebelum diserahkan kepada penerbit
(3) tempatkan diri sesuai stamina dan kecenderungan tipe kita menulis. Misalnya tipe sprinter, maka        untuk cerpen dan marathon untuk novel. 
(4) Mulailah menulis dari premis (tema besar). Biasa terdiri atas satu paragraf. Premis adalah sebuah       headline yang memegang pergerakan ide, tokoh, dan alur cerita. 
     Hal ini penting menjadi perhatian agar tulisan kita tidak menghabiskan tenaga dan pokok bahasan       yang akan ditulis tidak melebar kemana-mana.
(5) jangan serakah. Kelemahan penulis pemula addalah menulis sekaligus sebagai editor. Hindari hal       ini agar tulisan kita bisa selesai. jika sudah selesai seutuhnya nanti akan ada bagian yang                     mengeditor tulisan kita.
(6) Mulailah menulis dengan banyak membaca karya-karya bagus sesuai dengan minat kita. Menulis       lah sambil membaca karya orang lain agar tulisan kita berkualitas.  Itu hukumnya, Het. Menulis           (produktif) pasokannya adalah membaca (receptif).

Semoga beberapa tips tersebut menjadi pemicu semangat dan kreatifitas kita untuk terus menulis. Ingatlah selalu pesan Bapak Ukim diakhir pertemuan kita hari ini:

"Tema-teman yang baik. Ada kehebatan dari seorang penulis. Ia jelas ekspresinya. Ia juga punya daya jangkau dakwah yang lebih luas dalam menebar kebaikan. Ia juga punya legacy atau warisan untuk pertinggal jejak kebaikannya, yakni tulisannya. Menulislah, setiap hari. karena anda akan menemukan kebahagiaan; menulis berarti kita MENCIPTAKAN SEJUMLAH KEBAIKAN. (Mohon maaf atas segala kesalahan)"


2 komentar:

  1. Tulisannya keren, blognya juga makin keren, Bu Mila sdh pakai template premium.

    BalasHapus
  2. Terima kasih bu Tere. Iya saya nyoba2 templete nyari yg sreg.ternyata nemu yg ini.

    BalasHapus

Post Top Ad

Your Ad Spot