“Apakah aku Bahagia?” Ya Allah,
pertanyaan ini sering muncul saat aku ingin menyendiri dan benar-benar
tenggelam dalam kasihmu. Kadang aku berpikir, diri ini sungguh lemah, dan tak pantas berjumpa denganMu. Pertanyaan BODOH! Aku terus membatin sendiri dalam sunyi. Sungguh aku hanyalah
umatmu yang selalu tak pandai bersyukur. Padahal, ada jutaan orang di luar sana yang lebih menderita dibanding aku. Aaah...apalah aku ini. Seonggok sampah yang tak berguna. Lapuk dan benar-benar layu. Siksa batin ini sungguh tak seberapa dibanding jutaan
umatmu yang berjuang lahir batin di luar sana.
Mungkin cinta ini tak pernah
benar ikhlas. Hingga semua terasa begitu berat. Semua keterpaksaan ini membuat
batinku terus bersedih dan menangis. Sebuah pembelajaran bagi yang kalian untuk mencinta dalam arti
yang sebenarnya. Penuh makna dan mendalam. Bukan sekedah umbar gejolak sesaat. Cinta bukan arena judi. Aku tak lebih dari sebuah kartu mati yang semakin tenggelam dalam permainanku sendiri. Apalah dikata, nasi telah menjadi
bubur.
Ya Allah, aku sadar sandiwara ini tak sebagus skenarioMu. Berulang kali aku tersungkur di hadapanMu. Aku semakin tak mengerti alur cerita yang kau buat. Entah berapa lama lagi drama ini harus aku mainkan. Rasanya muara di mata ini telah kering hingga tak ada tangis lagi untuk kisah sedihMu. Jutaan sedih telah membuatku membatu. Lihatlah! Aku tidak sedang menangis bukan? Hahahaha...iya, aku tak menangis! Tidak akan ada air mata di mataku! Tapi...bagaimana dengan hatiku?
Tahukah kau, bahwa hati ini sedang sedih? Tahukah kau bahwa hati ini selalu menangis? Ya, kau pasti tahu! Aku tahu kau selalu melihatku. Aku juga tahu kau selalu menertawai sandiwaraku. Aku memang tak pandai menipu diriku sendiri. Semua tipuan ini terus menyiksaku. Tipuan ini mengungkung kebebasan dunia luar yang penuh gemerlap. Kau tahu, aku selalu ingin berlari. Namun langkah kaki ini tak mampu melepas jerat kasihmu. Aku telah terikat oleh sumpahku sendiri. Aku hanya bisa mengeluh dalam hati, berharap kau mendengarkan semua kisah sedihku. Mungkin…inilah
caramu memanggilku. Mungkin...inilah caraMu memanjakanku. Mungkin kau ingin menghukumku karena selalu khilaf dan menjauh dariMu. Engkau ingin menegurku lewat dia. Dia... yang selalu membatasi kebebasan pikir dan rasaku.
Ya…aku tahu dengan pasti. Aku hanya perlu kembali
padaMu. Benar-benar kembali padaMu. Saat hati ini benar-benar hancur, hanya
engkaulah yang mampu menenangkan gelisahku. Hanya engkau pula yang mampu
mengobati sakit hatiku. Engkau yang selalu coba kujauhi, namun tangan kasihmu
selalu merangkulku dengan erat. Dalam dekapanMu, kurasakan damainya dunia.
Engkau maya bagiku, namun dalam mayaMu aku temukan bahagiaku. Andai aku boleh meminta, teruslah dekap aku sepanjang masa dalam damaiMu. Peliharalah diriku dari semua prasangka. Biarkan aku
terus lelap dalam buaianmu. Sungguh siksa batin ini membawa rinduku semakin
dalam padaMu. Seandainya jiwa berlumpur ini menjadi penghalang pertemuanku denganMu,
maka izinkan aku mandi dalam telagaMu.
Siramilah aku dengan segarnya
hidayahMu. Biarkan aku meneguk semua nikmat yang kau janjikan. Biarkan raga ini menjadi buta, tuli, bisu dan pincang. Kegelapan ini lebih baik dari silaunya dunia
yang telah menghempaskanku dalam dosa. Dalam gelapMu ku merasa Bahagia. GelapMu
menuntunku pada Cinta yang hakiki. Cukuplah gelap ini menjadi bahagiaku. Gelap telah
membuatku mampu melihatMu dengan jelas dan merasakan Cintamu yang penuh damai. Semoga
cinta ini membawaku semakin dekat padaMu. Aku... padaMu...Tuhanku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar